Sebagai sarana yang objektif dalam melakukan pengenalan dan
pendekatan, taaruf sangat berbeda dengan pacaran. Taaruf secara syar`i
memang diperintahkan oleh Rasulullah SAW bagi pasangan yang ingin nikah.
Perbedaan hakiki antara pacaran dengan ta’aruf adalah dari segi tujuan
dan manfaat. Jika tujuan pacaran lebih kepada kenikmatan sesaat, zina,
dan maksiat. Taaruf jelas sekali tujuannya yaitu untuk mengetahui
kriteria calon pasangan
Apa beda pacaran dengan ta’aruf ?
Ta’aruf diartikan sebagai perkenalan. Namun dalam praktek sehari-hari
ada yang menggunakan kata taaruf sebagai suatu proses sebelum ikhwan
dan akhwat menjalani pernikahan. Dalam taaruf, mereka saling mengenalkan
keadaan diri masing-masing, bila cocok bisa dilanjutkan ke proses
khitbah dan bila tidak maka proses akan dihentikan. Mungkin seperti itu
secara sederhananya, walaupun pada prakteknya bisa begitu rumit dan
kompleks.
Pacaran adalah suatu hubungan dekat yang dibuat oleh 2 orang (biasanya
lawan jenis) tanpa ada ikatan resmi. Biasanya pacaran dilakukan karena
adanya rasa saling suka. Dalam pacaran kadang disertai aktivitas yang
terlalu intim dan dilarang agama, namun ada juga yang masih bisa menjaga
dirinya masing2. Dalam hubungan pacaran, bisa jadi ada rencana
pernikahan, namun kebanyakan belum memikirkan ke arah pernikahan. Dan
bagi yang memikirkan pernikahan pun ada yang mau nikah dalam waktu dekat
dan ada yang masih lama rencana nikahnya. Namun, persepsi umum dari
pacaran adalah aktivitas intim (kedekatan) yang dilakukan 2 orang yang
masih belum resmi menjadi suamu istri.
Kedekatan itu bisa kedekatan
secara fisik dan bisa jadi kedekatan komunikasi. Banyak orang-orang yang berniat ta’aruf namun dalam prakteknya mereka
berbuat aktivitas seperti layaknya orang pacaran. Sehingga niat menikah
pun menjadi tertunda gara-gara mereka sudah merasa dekat, dan mereka
puas dengan kedekatan itu sehingga tidak jadi memikirkan ke arah
pernikahan.
Adapun perbedaan pacaran dengan ta’aruf yaitu:
1. Tujuan
- taaruf : mengenal calon istri/suami, dengan harapan ketika ada kecocokan antara kedua belah pihak berlanjut dengan pernikahan.
- pacaran : mengenal calon pacar, dengan harapan ketika ada kecocokan
antara kedua belah pihak berlanjut dengan pacaran, syukur-syukur bisa
nikah dan pacaran lebih kepada kenikmatan sesaat, zina dan maksiat.
2. Kapan dimulai
- ta’aruf : saat calon suami dan calon istri sudah merasa bahwa menikah
adalah suatu kebutuhan, dan sudah siap secara fisik, mental serta
materi.
- pacaran : saat sudah diledek sama teman:”koq masih jomblo?”, atau saat
butuh temen curhat, atau yang lebih parah saat taruhan dengan teman.
3. Pertemuan
- ta’aruf : pertemuan dilakukan sesuai dengan adab bertamu biasa,
dirumah sang calon, atau ditempat pertemuan lainnya. Hanya semua itu
harus dilakukan dengan cara yang benar dan dalam koridor syari`ah Islam.
Minimal harus ditemani orang lain baik dari keluarga calon istri atau
dari calon suami. Sehingga tidak dibenarkan untuk pergi jalan-jalan
berdua, nonton, boncengan, kencan, ngedate dan seterusnya dengan
menggunakan alasan ta`aruf. Dan frekunsi pertemuannya, lebih sedikit
lebih baik karena menghindari zina hati.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Jangan sekali-kali salah seorang kalian berkhalwat dgn wanita kecuali bersama mahram.”
Hal itu krn tidaklah terjadi khalwat kecuali setan bersama keduanya
sebagai pihak ketiga sebagaimana dlm hadits Jabir bin Abdillah
radhiyallahu ‘anhuma:
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir mk jangan sekali-kali
dia berkhalwat dgn seorang wanita tanpa disertai mahram krn setan akan
menyertai keduanya.”
Selama pertemuan pihak laki dan wanita dipersilahkan menanyakan apa
saja yang kira-kira terkait dengan kepentingan masing-masing nanti
selama mengarungi kehidupan, kondisi pribadi, keluarga, harapan, serta
keinginan di masa depan.
Menjadi jelas pula bahwa tidak boleh mengungkapkan perasaan sayang atau
cinta kepada calon istri selama belum resmi menjadi istri. Baik ungkapan
itu secara langsung atau lewat telepon, ataupun melalui surat. Karena
saling mengungkapkan perasaan cinta dan sayang adalah hubungan asmara
yang mengandung makna pacaran yang akan menyeret ke dalam fitnah.
Adapun cara yang lebih syar’i untuk mengenal wanita yang hendak dilamar
adalah dengan mencari keterangan tentang yang bersangkutan melalui
seseorang yang mengenalnya, baik tentang biografi (riwayat hidup),
karakter, sifat, atau hal lainnya yang dibutuhkan untuk diketahui demi
maslahat pernikahan. Bisa pula dengan cara meminta keterangan kepada
wanita itu sendiri melalui perantaraan seseorang seperti istri teman
atau yang lainnya. Dan pihak yang dimintai keterangan berkewajiban untuk
menjawab seobyektif mungkin, meskipun harus membuka aib wanita tersebut
karena ini bukan termasuk dalam kategori ghibah yang tercela. Hal ini
termasuk dari enam perkara yang dikecualikan dari ghibah, meskipun
menyebutkan aib seseorang. Demikian pula sebaliknya dengan pihak wanita
yang berkepentingan untuk mengenal lelaki yang berhasrat untuk
meminangnya, dapat menempuh cara yang sama.
- pacaran : pertemuan yang dilakukan hanya berdua saja, pagi boleh,
siang oke, sore ayo, malam bisa, dini hari klo ngga ada yang komplain
juga ngga apa-apa. Pertemuannya di rumah sang calon, kantor, mall, cafe,
diskotik, tempat wisata, kendaraan umum & pribadi, pabrik dll.
Frekuensi pertemuan lazimnya seminggu sekali, pas malem minggu. Adapun
yang dibicarakan cerita apa aja kejadian minggu ini, ngobrol
ngalur-ngidul, ketawa-ketiwi.
4. Lamanya
- ta’aruf : ketika sudah tidak ada lagi keraguan di kedua belah pihak,
lebih cepat lebih baik. dan ketika informasi sudah cukup (bisa sehari,
seminggu, sebulan, 2 bulan), apa lagi yang ditunggu-tunggu?
- pacaran : bisa 3 bulan, 6 bulan, setahun, 2 tahun, bahkan mungkin 10 tahun.
5. Saat tidak ada kecocokan saat proses
- ta’aruf : salah satu pihak bisa menyatakan tidak ada kecocokan, dan
proses stop dengan harus cara yang baik dan menyebut alasannya.
- pacaran : salah satu pihak bisa menyatakan tidak ada kecocokan, dan proses stop dengan/tanpa menyebut alasannya.
Dengan demikian jelaslah bahwa pacaran bukanlah alternatif yang ditolerir dalam Islam untuk mencari dan memilih pasangan hidup.
6)} Kira-kira hal apa saja yang perlu diketahui atau diperhatikan dari pasangan ta’aruf agar merasa tidak tertipu?
Adapun yang perlu kita ketahui dari pasangan ta’aruf kita (diambil dari
http://www.eramuslim.com) yaitu:
Pertama, kenalilah calon pasangan anda. Apakah ia seorang yang memiliki
komitmen terhadap agamanya? Apakah ia konsisten menjalankannya? Apakah
ia selalu memperdalam pengetahuan agamanya? Apakah ia siap berubah
sesuai arahan NabiNya (Muhammad Sallallahu Alaihi Wassalam)?
Kedua, amati bagaimana caranya mengatasi masalah hidup. Apakah ia
mencari arahan dari Al Qur’an atau Sunnah Nabi ? Apakah ia cukup sabar
dan tidak mengeluh dan menyalahkan nasib?
Ketiga, kenali bagaimana calon anda dalam menghadapi saat-saat senang
atau gembira? Apakah ia mudah bersyukur? Apakah dalam bergembira ia
tidak berlebihan?
Keempat, bagaimana caranya berinteraksi dengan anda dan orang lain?
Apakah mudah berkomunikasi atau sulit? Apakah sering mengumbar janji
muluk dan kata pujian? Dalam berbicara apakah siap bermusyawarah atau
lebih suka menang sendiri? Apakah ia mudah menghargai orang lain?
Kelima, tentang sikap dan pandangannya tentang diri sendiri? Apakah
ia terlalu percaya diri? Ataukah percaya diri secara proporsional dan
berdasar? Apakah ia minder dan mudah putus asa?
Keenam, tentang sikap terhadap ilmu, apakah berwawasan luas dan mau
belajar ataukah lebih suka membatasi minat dan perhatiannya terhadap
hal-hal yang sempit?
Ketujuh, bagaimana sikapnya terhadap atasan dan bawahan dirinya?
Apakah ia terlalu takut pada atasan? Apakah ia sewenang-wenang terhadap
bawahan?
Kedelapan, kenalilah selera-seleranya, apakah ada yang sangat
bertentangan dengan anda sendiri? Apakah tidak bisa saling memahami
perbedaan selera ini?
Kesembilan, kenali keluarganya. Apakah ada hal-hal yang perlu menjadi
catatan seperti apakah calon mertua sangat dominan terhadap anaknya
ataukah biasa-biasa saja?
Mungkin masih banyak contoh-contoh pertanyaan dan pengamatan yang
dapat diujikan kepada calon pasangan. Cari tahulah dengan berbagai cara,
baik bertanya langsung, bertanya ke pada orang-orang dekatnya atau
mengamati.
Sesudah mengumpulkan berbagai bahan ini, kemudian diskusikanlah dengannya beberapa hal berikut:
1. Bagaimana atau dari mana akan mengambil sumber hukum dalam
kebijakan rumahtangga? Darimana sumber hukumnya dan bagaimana proses
penetapan keputusannya?
2. Bagaimana cara menghadapi perbedaan pendapat dan ke mana mencari penengah?
Diskusikan juga berbagai hal kecil namun mungkin penting, misal akan
tinggal di mana kelak? Dari mana sumber penghasilan keluarga? Apakah ada
diantara anda berdua yang masih ingin melanjutkan sekolah? Apakah istri
kelak akan bekerja? Bagaimana mengasuh anak? Dan masih banyak lagi,
namun pilihlah yang bagi anda lebih penting.
Jika ha-hal ini sudah dibicarakan dan ternyata tak ada masalah atau
perbedaan pendapat yang terlalu tajam antara anda berdua, barulah dapat
dikatakan Insya Allah anda berdua cocok. Wallahua’lam.
7)} Bagaimana Bila Ta’aruf Gagal?
Karena ta’aruf adalah sarana pertama menuju pernikahan, maka
adakalanya ia berhasil lalu berlanjut ke khitbah dan akad nikah, ada
kalanya pula ia tidak berlanjut ke pernikahan. Bagaimana bila ta’aruf
gagal? Ada empat tips dalam buku Tak Kenal Maka Ta’aruf yaitu :
Pertama, Yakinilah bahwa ini yang terbaik dari Allah. Bukankah lebih
baik ta’aruf tidak dilanjutkan daripada menikah tetapi tidak ada
kecocokan lalu timbul perselisihan dan banyak permasalahan?
Kedua, tetaplah memperbaiki diri. Kembali kepada QS. An-Nur : 26 bahwa
perempuan yang baik hanya untuk lelaki yang baik, demikian sebaliknya.
Ketiga, tak perlu malu dan trauma. Jangan takut untuk melakukan ta’aruf lagi.
Keempat, lakukan muhasabah dan evaluasi diri. Bisa jadi ta’aruf yang
gagal membuat kita tersadar ada kelemahan yang harus diperbaiki. Dengan
demikian kita menjadi lebih baik dan sempurna.
Tata Cara Berta’aruf
Proses ’ta’aruf’ merupakan suatu proses awal menuju proses
selanjutnya, yaitu khitbah dan akhirnya sebuah pernikahan. Memang tidak
semua sukses sampe tahap itu. Sang Sutradaralah yang mengatur. Semua
adalah skenario dan rekayasaNya. Manusia hanya berencana dan ikhtiar,
keputusan tetap dalam genggamanNya. Tapi kita manusia juga diberi
pilihan. Hidup adalah pilihan. Mau baik ato buruk, mau syurga or neraka,
mau sukses ato gagal, semua adalah pilihan. Namun tetap Allah Yang Maha
Menentukan.
Berikut tata cara bertaaruf dalam islam dirangkum dalam pertanyaan dan jawaban
1)}. Bagaimana cara ta’aruf yang tidak melanggar agama, apa syaratnya?
Tidak ada aturan baku atau ketetapan khusus mengenai tata cara
berta’aruf, namun harus tetap memperhatikan adab-adab dalam bergaul
antara pria dan wanita.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menjalankan proses ta’aruf agar tidak melanggar agama, diantaranya:
1. Membersihkan niat karena Allah
Bersihkan niat, dan ikhlaskan menikah adalah ibadah semata untuk mencari
ridhaNya. Tidak mudah memang menerima “calon suami” kita apa adanya,
apabila yang datang tidak sesuai dengan “kriteria” yang kita harapkan.
Di sinilah sandungan/ujian pertama keikhlasan kita.
2. Berupaya menjaga kesucian acara ta’aruf
Agar kesucian acara ta’aruf terjaga maka harus jaga rambu-rambu syariah
(tidak boleh berkhalwat, menjaga pandangan, menjaga aurat dll,) memilih
tempat yang tepat (bukan tempat mencurigakan seperti kamar kos yang
sempit, dan lain-lain) serta menjaga rahasia ta’aruf (sebaiknya orang
lain [kecuali perantara] hanya tahu rencana pernikahan dari undangan
saja)
3. Kejujuran kedua belah pihak dalam ta’aruf
Selama proses ta’aruf maka kedua belah pihak dipersilahkan menanyakan
apa saja yang kamu butuhkan untuk mengarungi rumah tangga nantinya
contohnya mengenai keadaan keluarga, prinsip dan harapan hidup, sesuatu
yang disukai dan tidak disukai dll. Didalam ta’aruf, kamu ngak boleh
bohong, ceritakan dirimu apa adanya, sehingga kedua belah pihak akan
mengetahui bagaimana calonnya tersebut.
4. Selama proses ta’aruf, kedua belah pihak serius dan sopan dalam
berbicara serta menghindari membicarakan hal-hal yang tidak perlu.
5. Menerima atau menolak dengan cara yang ahsan
Jika selama ta’aruf ditemukan kecocokan maka akan dilanjutkan kejenjang
selanjutnya, namun jika selama ta’aruf tidak ditemukan kecocokan maka
calon bisa menyudahi ta’aruf dengan cara yang baik dan menyatakan alasan
yang masuk akal. Segera sampaikan ketidakcocokanmu, jangan sampai
membuat calon menunggu lama, karena akan dikhawatirkan calon akan sangat
kecewa karena telah terlalu berharap kepadamu.
6. Agar ta’aruf tidak melanggar agama, maka sebaiknya diperlukan perantara. Megapa?? Karena:
1. Dengan adanya perantara maka akan membantu kita untuk mencari informasi mengenai pasangan ta’aruf kita.
2. Ta’aruf yang dilakukan tanpa perantara maka akan rentan dari
kebersihan hati, sebab jika ta’aruf dilakukan hanya berdua saja maka
semua hal bisa saja terjadi. Kata-kata yang tidak sepatut dikeluarkan
atau diumbar akan begitu mudah terlontarkan.
3. Dengan adanya perantara maka akan membantu mempertegas proses
ta’aruf. Seorang perantara akan membantu memberikan batas waktu kepada
pasangan ta’aruf, kapan deadline ta’aruf, kapan ta’aruf selanjutnya
dilakukan, kapan pertemuan dengan orang tua, kapan acara lamaran dll.
Semuanya akan menjadi jelas dan tidak berlama-lama. Berbeda dengan
ta’aruf yang kamu lakukan berdua saja , kamu dan calon bisa ngak jelas
dalam menentukan deadline.
4. Dengan adanya perantara maka sedikitnya akan mengurangi fitnah yang terjadi.
Kebanyakan orang mengira bahwa perantara ta’aruf adalah murabbi atau
guru agama. Padahal siapa saja bisa menjadi perantara, misalnya
orangtua, teman, saudara dan sebagainya. Kita pun bisa menjadi
perantara, asalkan kita tahu dengan jelas siapa yang akan diperantarai
dan mengetahui bagaimana cara ta’aruf yang dibenarkan oleh agama.
Sebaiknya yang menjadi perantara adalah mereka yang telah menikah karena
mereka sudah mengetahui proses menuju pernikahan dan untuk menghindari
fitnah yang terjadi dengan salah satu calon ta’aruf.
2)}. Bagaimana proses ta’aruf yang sebenarnya?
Dalam hal ini juga tidak ada ketetapan khusus. Proses ta’aruf bisa
dilakukan dengan berbagai cara, namun harus tetap sesuai dengan
adab-adab dalam bergaul antar lawan jenis.
Ada proses ta’aruf (ta’aruf yang saya ketahui jika melalui murabbi)
dimulai dengan membuat proposal (biodata diri) kemudian saling menukar
biodata, mengadakan proses pertemuan disuatu tempat dengan disertai
murabbinya, proses percakapan dengan calon pasangan dengan hijab/tabir
yang menghalangi keduanya saling bertatapan, proses melihat calon
pasangan, proses meminta kepastian apakah ta’aruf akan dilanjutkan atau
tidak, memberikan tenggang waktu untuk berpikir atau melakukan
istikharah, kemudian jika pasangan sudah merasa cocok maka akan
dilanjutkan pada proses selanjutnya yaitu kapan waktu khitbah dan proses
selanjutnya.
Adapun proses yang saya ketahui jika melalui orang tua, saudara,
sahabat dll yaitu dimulai dengan menanyakan apakah bersedia
diperkenalkan dengan calon ta’aruf, menentukan kapan waktu ta’arufan,
menentukan tempat pertemuan (biasanya pihak pria datang kerumah pihak
wanita, namun juga bisa ditempat lainnya), memperkenalkan kedua calon
ta’aruf (selama ini boleh mempertanyakan sesuatu yang diperlukan), kedua
calon pulang kerumah masing2 dan diberikan tenggang waktu untuk
berpikir atau istikharah, kemudian jika pasangan sudah merasa cocok maka
akan dilanjutkan pada proses selanjutnya yaitu kapan waktu khitbah dan
proses selanjutnya.
Kira-kira begitulah proses ta’arufan yang saya ketahui, maaf jika
dalam proses ini saya salah menerangkan karna mengenai proses ta’aruf
ini tidak ada ketetapan baku, tergantung masing-masing dan harus tetap
sesuai dengan adab bergaul antar lawan jenis.
3)}. Apakah Boleh pada saat Ta’aruf saling mengirim sms, saling menelepon?
Untuk jawaban pertanyaan ini, saya akan mengutarakan 2 jawaban yang berbeda dari berbagai sumber.
1. Ada yang menyatakan menelepon ataupun saling berkirim sms, hukumnya
adalah mubah selama aktivitas tersebut tidak mengajak kepada kemungkaran
atau kefasikan, hanya membicarakan yang seperlunya untuk mengetahui
atau mengenali calon pasangan.
2. Ada yang menyatakan saling SMS dilarang. Betapa banyak mereka yang
tergelincir disebabkan fitnah komunikasi. Tak pandang bulu, baik orang
awam atau para penuntut ilmu agama. Fitnah hati memang sesuatu yang
sulit dikendalikan, apalagi dalam masa kesendirian. Manusia hatinya
sangat lemah. Di saat itulah setan masuk. Sehingga, seseorang tidak bisa
beralasan bahwa dirinya mampu menjaga hati untuk melegalkan SMS dengan
calon tambatan hati. Saat pintu-pintu keakraban terbuka, keintiman akan
terbentuk. Misalnya dengan mengirim kata-kata yang belum selayaknya
terucapkan.
Nah…diantara kedua jawaban tersebut maka pikirkanlah yang terbaik
menurut sahabat, namun alangkah baiknya untuk ber sms an (termasuk media
lain yang hanya berkomunikasi berduaan saja dengan calon pasangan)
perlu dihindari untuk menjaga hati, segala sesuatu mengenai pasangan
bisa kita tanyakan kepada perantara. Tapi jika memang diperlukan dan
mendesak serta tidak bisa melalui mahramnya maka harus tetap hati-hati,
sms seperlunya saja, jangan ditambah-tambah dengan gurauan, rayuan
ataupun yang sejenisnya yang tidak perlu. Karena syetan sangat pandai
menggoda Bani Adam, maka berhati-hatilah dari tipu dayanya. Demikian
juga pada umumnya seorang akhwat jika diberikan perhatian oleh seorang
ikhwan baik lewat sms, tulisan atau yang sejenisnya maka dia akan
tertarik walaupun ikhwan tersebut tidak ada niatan untuk menggodanya.
Oleh karena itu hindarilah percakapan yang tidak penting, menghindari
kata-kata yang dapat merusak hati dan jangan melampoi batas, ber sms
hanya seperlunya saja dalam rangka proses menuju pernikahan. Karena
dengan sering ber smsan dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah dan dapat
terjerumus dalam kegiatan pacaran.
4)} Apakah dengan sekali ta’aruf langsung nikah bisa menjamin keluarga SAMARA?
Pertanyaan ini menurut saya sama halnya dengan pertanyaan “apakah
dengan berpacaran berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pacaran bisa
menjamin keluarga SAMARA?
Dan jawabannya “tidak ada yang bisa menjamin apa-apa kecuali jika
Allah menghendaki dan tergantung dengan usaha suami istri dalam
memperjuangkan sebuah hubungan agar menjadi keluarga SAMARA”. Mengapa
kita harus menjerumuskan diri kedalam tindakan sia-sia (pacaran) jika
tindakan tersebut juga tidak menjamin apa-apa malah hanya akan menambah
dosa.
Banyak kok pasangan-pasangan yang hanya ta’arufan beberapa kali
bertemu memiliki keluarga SAMARA. Seperti halnya sahabat saya, yang masa
ta’arufannya hanya sekali pertemuan. Dalam waktu yang sesingkat itu
mereka saling bertanya, mengetahui apa yang dianggap mereka perlu.
Setelah percakapan yang dirasa cukup, akhirnya mereka sepakat untuk
melanjutkan kejenjang selanjutnya. 2 tahun sudah usia pernikahan mereka
dan keluarga mereka sangat bahagia. Dan juga sepupu saya yang sudah 10
thn lebih usia pernikahan mereka yang bahagia juga dengan awal
perkenalan melalui cara ta’aruf.
Banyak orang berpendapat, bagaimana caranya dengan waktu yang
sesingkat itu kita bisa merasakan kecocokan, jika saya tidak menjalani
hubungan bagaimana saya bisa mengetahui kecocokan dalam berumah tangga
apalagi disaat terjadi masalah??
Wajar jika ada rasa khawatir nantinya akan tidak cocok, bagaimana
nanti jika ada perbedaan dan pertengkaran, oleh karena itu persiapkan
hati, yakin dengan proses yang dijalani, tanamkanlah sebuah komitmen
inilah pilihan saya,dan saya harus siap dengan segala resikonya dan
tidak lupa berdoa terus mohon di beri kelanggengan dalam rumah tangga.
Namanya menikah tidak melulu harus sempurna, saling belajar dan mencoba
mencari kesamaan dan jalan keluar yang terbaik jika ada pertengkaran.
Yang terpenting dalam menjalaninya ikhlas tanpa paksaan, ikhlas dengan
pilihan dan ikhlas menerima segala kelebihan dan kekurangan pasangan.
Banyak juga kok yang pernikahanya bahagia, tidak terjadi permasalahan
yang serius dengan proses seperti ini. Sedangkan menjalani proses
pacaran juga tidak menjamin anda bisa lebih mengenal calon pasangan,
dari cerita-cerita teman tidak sedikit yang merasa terjadi perbedaan
sikap dan karakter pasangan di saat telah memasuki jenjang pernikahan,
hal ini tidak menutup kemungkinan pada saat pacaran yang jelek ditutupi,
berbeda dengan ta’aruf dimana kedua calon pasangan diminta untuk jujur
dan menurut saya disitulah letak penjajakan yg sebenarnya apakah si
calon bisa menerima kekurangan tersebut.
Banyak orang mengatakan pernikahan adalah akhir dari cinta, namun
yang sebenarnya pernikahan adalah awal dari sebuah cinta, karna dengan
pernikahan inilah cinta yang sesungguhnya dibuktikan dan diperjuangkan.
Oleh karena itu, selama ta’arufan, carilah sesuatu yang dapat membuat
kita tertarik padanya. Sesuatu yang dapat membuat ketertarikan inilah
yang akan berkembang menjadi cinta dan diperjuangkan selama pernikahan